• Berita Terkini

    Sabtu, 24 September 2016

    Pidanakan Perusak Lingkungan di Garut

    Dari 450 DAS di Indonesia, 188 Kritis dan Rawan Bencana
    JAKARTA— Indikasi alih fungsi lahan konservasi menjadi lahan pertanian sebagai penyebab bencana di Garut dan Sumedang menjadi perhatian polisi. Polda Jawa Barat menurunkan tim untuk mencari siapa yang bertanggung jawab atas perusahan lingkungan itu. Kalau memang bersalah, mereka bisa dipidana.



    Kapolda Jawa Barat Irjen Bambang Waskito menyatakan tim itu terdiri dari enam penyidik. Mereka bergabung dengan tim dari Pemprov Jawa Barat untuk meneliti kerusakan lingkungan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk. ”Penyidik ingin mengetahui bagaimana dampak alih fungsi lahan, dari hutan menjadi kebun atau perumahan. Serta kemungkinan adanya penebangan liar di Garut dan Sumedang,” jelasnya.


    Ada dua kemungkinan hasil dari penelitian yang dilakukan penyidik. Pertama adanya alih fungsi lahan yang membuat air hujan tidak terserap dan menjadi penyebab utama banjir bandang dan longsor. Yang kedua, hutan gundul karena penyebab yang alamiah. ”Kalau ternyata karena alih fungsi lahan, maka kami akan proses hukum semua pelaku perusakan lingkungan itu,” paparnya.


    Langkah yang akan diambil tentunya mengetahui siapa saja yang bertanggungjawab dalam pengrusakan lingkungan di sekitar DAS Cimanuk. Setiap pemilik lahan baik yang legal dan ilegal akan didata. ”Kami cari siapa pun yang menggunduli hutan,” tegasnya.


    Tapi, bila ternyata penyebab bencana didominasi karena kerusakan lingkungan secara alami. Maka, Polda Jawa Barat akan berkoordinasi dengan Pemprov Jawa Barat untuk melakukan langkah konkrit berupaya reboisasi atau penghijauan kembali. ”Polda akan membantu sekuat tenaga,” tuturnya.


    Dua bencana dalam waktu yang hampir bersamaan di Garut dan Sumedang membuat Bambang khawatir. Akan ada bencana susulan di Jawa Barat. ”Polisi harus hadir dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan,” ujarnya.


    Setidaknya, ada sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat yang diprediksi rawan bencana akibat kerusakan lingkungan dan lainnya. Diantaranya, Garut, Sumedang, Kuningan, Sukabumi, Kuningan, Cirebon, Kabupaten Bandung, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Majalengka, Ciamis, Tasikmalaya, Karawang dan Indramayu.


    ”Saya sudah perintahkan semua Polres harus berperan aktif mencegah dan melindungi lingkungan. Jangan sampai kerusakan lingkungan dibiarkan dan menimbulkan bencana dibelakang hari,” tegas mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim tersebut.


    Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, saat ini pihaknya sedang fokus untuk melakukan pencarian terhadap korban yang dilaporkan menghilang. Saat ini, tercatat masih ada 22 orang yang masih dalam pencarian. Sedangkan korban tewas dari bencana tersebut yang sudah diverifikasi mencapai 27 jiwa.


    ’’Kami mengerahkan 1.600 personil tim pencari gabungan untuk melakukan penanganan darurat. Mulai upaya pencarian dan penyelamatan korban, penanganan pengungsi, hingga perbaikan sarana prasarana darurat,’’ terangnya. Titik pencarian dilakukan di empat lokasi yakni Lapangan Paris di Desa Sukakarya, Cimacan, Pamingi, dan Sukamantri.

    Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia itu menegaskan, ancaman terjadinya bencana seperti di Garut di masa mendatang. Menurutnya, bencana banjir dan longsor yang meningkat setiap tahun memang cerminan dari kondisi DAS yang semakin memburuk.


    ’’Sama seperti bencana banjir bandang yang terjadi di Garut yang disebabkan buruknya pengelolaan DAS Cimanuk. Sekarang, dampaknya malah membuat 27 korban tewas, 22 korban hilang, 32 korban luka, dan mengungsi 433 jiwa,’’ terangnya. Belum lagi, kerusakan materiil yakni 154 unit rumah rusak berat, 19 unit rusak sedang, 33 unit rusak ringan, 398 beangunan terendam, dan 347 bangunan hanyut.


    Dari 450 DAS di Indonesia, lanjut dia, 118 DAS sudah tercatat dalam kondisi kritis. Angka tersebut jelas jauh lebih tinggi daripada tahun 1984, dimana DAS yang masuk kategori tersebut hanya berjumlah 22 saja. Namun, semakin tahun, pengelolaan DAS tak terbukti bisa mengurangi atau sekedar menekan jumlah DAS kritis. Pada 2007 lalu, jumlah DAS kritis sudah mencapai 80.


    ’’Faktor alam adalah pengaruh perubahan iklim global yang menyebabkan massa uap air dan berakibat cuaca ektrem. Sedangkan, namun faktor manusia seperti degradasi lingkungan lebih dominan menyebabkan banjir dan longsor dibandingkan alam,’’ ujarnya.

    Sementara itu, Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika masih mengeluarkan peringatan hujan deras disertai angin dan petir di sekitar wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Peringatan itu berlaku hingga Minggu (25/9).(idr/bil/wan/jun/ang)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top