• Berita Terkini

    Minggu, 25 September 2016

    Penambang di Lereng Merapi Tewas Tertimpa Longsor

    ILUSTRASI
    KLATEN – Curah hujan yang sudah mulai tinggi membikin wilayah pegunungan rawan longsor. seperti yang terjadi di lokasi tambang pasir dan batu (sirtu) tradisional di lereng Gunung Merapi. Lantaran tebing penambangan longsor, menelan korban jiwa si penambang kemarin (24/9).

    Yakni Tarmini, 35, saat beraktivitas bersama sang suami di area penambangan Kali Woro, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Meski sempat mendapat pertolongan oleh suami, Sarno, 38, namun nyawa Tarmini tidak bisa tertolong.

    Informasi yang berhasil dihimpun koran ini menyebutkan, peristiwa tragis ini berawal saat Tarmini bersama suami dan tetangga mengumpulkan pasir sejak pagi. Lokasinya di sekitar Dam Karangbutan, Desa Sidorejo, Kemalang. Saat mengeruk pasir, tebing di dekat Tarmini longsor.

    Batu dan cadas yang longsor menimpa tubuhnya. Akibatnya mengalami luka parah, terutama pada bagian kepala. Sarno, suami korban yang mengetahui peristiwa tragis langsung berusaha menyelamatkan. Namun luka yang dialami terlalu parah, membuat nyawa Tarmini tidak dapat diselamatkan.

    Camat Kemalang Pri Harsanto mengatakan, kecelakaan kerja yang terjadi di lokasi penambangan terjadi sekitar pukul 11.00. Satu penambang tradisional neninggal dunia. ”Lokasi penambangan kondisnya memang rawan longsor. Kami sudah sering melakukan sosialisasi kepada penambang di Kali Woro. Jumlah penambang mencapai ribuan orang," tuturnya.
    Sementara itu, rawan bencana alam tidak hanya mengintai di wilayah pegunungan. Curah hujan tinggi belakangan ini juga berdampak pada bencana banjir di wilayah hilir. Untuk itu, berbagai persiapan sudah dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solo.

    ”Walaupun info terakhir dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan cuaca ekstrem mulai 22-25 September, tapi kami perlu bersiap-siap. Karena musim kemarau basah masih ada hingga akhir tahun," kata Kepala Pelaksana BPBD Solo Gatot Sutanto.

    Maka pihaknya mulai mempersiapkan segala sarana dan prasarana penunjang untuk antisipasi cuaca ektrem. Sejauh ini pihaknya terus memantau ketinggian volum air di beberapa pintu air. Terlebih jika status sudah memasuki siaga hijau. Peralatan seperti perahu sudah standby setiap saat. Begitu juga dengan mesin pompa portable, gergaji potong, hingga tenda pengungsian.

    Mulai Januari hingga September ini tidak ada musim kemarau. Yang ada hanya kemarau basah. Musim semacam ini masih musim kemarau, namun dengan intensitas hujan yang cukup tinggi. Hal tersebut bukan tanpa alasan.

    Perubahan musim dikarenakan angin dari belahan bumi selatan yang dominan kering, mendesak angin dari belahan bumi utara yang basah. ”Maka dari itu petugas tetap disiagakan untuk antisipasi begitu juga pantauan ketinggian air di beberapa pintu air," papar Gatot.

    Lantaram cuaca tidak menentu, Gatot mengimbau masyarakat lebih waspada. Karena hujan lebat kerap terjadi disertai angin kencang. Selain itu, ia juga meminta warga rhati-hati bila mana terjadi hujan lebat. ”Jangan berlindung di bawah pohon untuk antisipasi pohon tumbang maupun aliran listrik yang terputus,” harapnya. (oh/ves/un)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top