• Berita Terkini

    Senin, 12 September 2016

    Masih soal Alergi Angka 4, Nomor Absen di Sekolah pun Ikut Diganti

    ARIEF BUDIMAN/RASO
    SOLO- Fenomena
    “alergi” angka empat tidak melulu berkaitan dengan bidang bisnis. Tapi terbawa-bawa hingga ke urusan sekolah. Tujuannya sama, menghindari sial.
    Pengurus Majelis Agama Konghucu Indonesia Ws. Adji Chandra menjelaskan, hal tersebut merupakan ajaran warisan leluhur. Dan tiap individu memiliki kebebasan masing-masing untuk meyakininya.

    Adji memiliki pengalaman menarik terkait angka 4. Salah seorang koleganya keukeuh meminta pihak sekolah mengganti nomor urut absen anaknya karena kebetulan di posisi nomor 4. "Katanya bisa sial," tutur Adji singkat.

    Lainnya adalah kepercayaan tentang penguburan warga keturunan Tionghoa. Yakni dilakukan pada hari ganjil. Yakni ke-3, ke-5, dan ke-7. "Jadi hitungannya kalau meninggal hari Rabu, hari Kamis tidak boleh melakukan penguburan karena adalah hari ke-4 dalam satu pekan. Sebaiknya dipilih hari Jumat karena merupakan hari ke-5,” ungkapnya.
    Ditambahkan Adji, tradisi Tiongkok tidak mengenal peringatan 40 hari setelah kematian. Melainkan pada 49 hari setelah kematian. "Upacara adat setelah kematian itu 3 hari, 7 hari, dan 49 hari, selanjutnya 3 tahunan dihitung dari hari kematian," ucap Adji.

    Kenapa banyak mengadopsi angka ganjil? Dia menerangkan, itu disesuaikan dengan jenis sesaji pada prosesi upacara kebudayaan maupun keagamaan yang kerap menggunakan tiga macam.

    Lebih lanjut diterangkan Adji, ada budaya yang masih dipegang teguh warga keturunan Tionghoa, tapi ada pula yang mulai luntur. Salah satunya tradisi pada prosesi pernikahan.

    "Dulunya yang berdiri sebelah kiri adalah mempelai pria dan di kanan adalah mempelai wanita. Ini dibuktikan dengan patung singa di kanan kiri kelenteng. Kanan itu singa betina dan jantannya di sebelah kiri kelenteng," ungkap Adji.

    Sementara itu, beberapa hotel di negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia ikut “alergi” dengan angka empat. "Saya sempat beberapa kali menginap di salah satu hotel saat ke Singapura dan Malaysia. Mereka juga tidak memakai angka 4 (pada urutan lantai, Red)," ungkap Wakil Ketua Perkumpulan Masyarakat Surakarta Sumartono Hadinoto kemarin (11/9).

    Tetapi jika hotel berskala international, lanjut dia, angka 13-lah yang tidak dipergunakan. "Itu tergantung siapa operatornya. Kalau Eropa tentunya angka 13, kalau Asia ya angka 4 yang jadi pantangan," tandas dia.

    "Misalnya nomor 4 diganti 3 A dan 3 B. Jika 13 di ganti 12 A dan 12 B. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan akan dihilangkan," imbuh Sumartono. Menurutnya, fenomena tersebut berkaitan dengan kebuyaan. Jika dilihat dari segi bisnis, tidak akan berpengaruh.

    Terkait kepercayaan angka yang membawa sial atau malah hoki tidak dikenal di kebudayaan Jawa. "Tradisi Jawa tidak mengenal angka-angka macam itu. Di Jawa hanya mengenal numerologi positif," ungkap Pakar Javanologi UNS Prof Sahid Teguh Widodo.

    “Jika pun ada orang Jawa yang antipati pada angka ganjil dan lainnya, itu merupakan pengaruh budaya lain," pungkasnya. (ves/wa)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top