• Berita Terkini

    Minggu, 04 September 2016

    Dari Kerupuk, Bu Sugondo Kini Punya Rumah Sekaligus Pabrik

    Sudarno Ahmad/ekspres
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Siapa yang tak suka makan kerupuk? Penganan satu ini bukan sekadar makanan ringan biasa. Rasa gurihnya, disukai oleh berbagai kalangan, mulai masyarakat bawah hingga kalangan menengah atas. Selama ini banyak yang mengira kerupuk hanya diproduksi di Jawa Barat, tetapi di Kebumen juga ada yang memproduksi kerupuk dengan skala yang cukup besar.

    Kerupuk menjadi salah satu ikon makanan ringan khas Indonesia. Tak heran jika makan kerupuk dijadikan salah satu jenis perlombaan perayaan memeriahkan HUT Kemerdekaan RI. Rasanya yang gurih dan tentu saja harganya yang demikian terjangkau, membuatnya menjadi penganan pilihan selain tempe.

    Kerupuk sebenarnya banyak diproduksi di Jawa Barat, namun saat ini sudah merambah ke hampir semua kota di Indonesia. Salah satu pengusaha kerupuk yang sukses di Kebumen adalah Bu Sugondo (55). Warga asli Ciamis Jawa Barat yang saat ini tinggal di Desa Kutosari RT 01 RW 05, Kebumen itu sudah sudah 20 tahun menekuni usaha produksi kerupuk.

    Awalnya dia bersama suami mencoba peruntungan dengan memutuskan hijrah dari kampung halamannya. Kota pertama yang dia datangi adalah Temanggung. Tetapi menurutnya kurang memberikan peruntungan lebih sehingga dia memutuskan pindah dan mencoba membuka peluang di Kebumen.

    Dari mulai hanya bisa mengontrak satu petak rumah, berkat ketekunannya dia berhasil membeli tanah dan membangun rumah yang sekaligus dijadikan pabrik tempat produksinya. Usahanya memang demikian berkembang. Awalnya Sugondo membuat kerupuk dengan alat manual, saat ini semua proses produksi menggunakan bantuan mesin.

    Dibantu oleh lima orang karyawan, dalam satu hari dia bisa memproduksi 1,5 kuintal hingga 2 kuintal. Untuk pemasaran, dia mengaku tidak perlu susah-susah menjual karena banyak pembeli yang datang langsung alias kulakan ke rumahnya.

    Bahkan untuk merk dagang, ibu lima anak itu mengaku tidak membuatnya. Justru para pembeli yang kemudian menjualnya kembali ke pasaran dan membuat merk dagang sendiri. Kepada pedagang, kerupuk ukuran kecil dia jual Rp 120.000 per 1.000 biji. Sedangkan kerupuk besar dia hargai Rp 300.000 per 1.000 biji.
     
    Ditanya berapa omset per bulan, nenek delapan cucu tersebut hanya menjawab diplomatis. "Ya, lumayan Mas untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan menghidupi para karyawan," ujarnya.(ori)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top