• Berita Terkini

    Selasa, 09 Agustus 2016

    Tragisnya Nasib Ghofur, yang Meninggal setelah Bertapa 40 Hari 40 Malam

    Sempat Tertipu Ratusan Juta sebelum Akhirnya Meninggal

    KEKERASAN hati  Abdul Ghofur (32) untuk mendapatkan ilmu makrifat mengantarkannya pada maut. Berikut cerita Kyai Hasanudin soal pria warga RT 2 RW 1 Desa Logandu Kecamatan Karanggayam tersebut.

    ------------------------
    IMAM, Adimulyo
    ------------------------
    Kyai Hasanudin menceritakan, Abdul Ghofur memang salah seorang santrinya. Ghofur merupakan seorang ustadz di desanya  Logandu Kecamatan Karanggayam. Sebagai seorang kyai, dia ingin mengaji ilmu makrifat. Ini mengingat Islam baru sempurna setelah mempelajari Syariat, Thoriqoh, Hakekat dan Makrifat. Ghofur pun mencoba menanyakan dengan beberapa kyai di Kebumen terkait cara untuk mempelajari makrifat.

    Namun bukan ilmu yang didapat, keinginannya yang kuat untuk mempelajari ilmu makrifat justru dimanfaatkan oleh beberapa kyai untuk mengambil keuntungan. “Akhirnya Ghofur pun terlilit hutang hingga mencapai Rp 170 juta. Ini merupakan korban dari mafia yang berkedok kyai,” tutur Kyai Syawal mengawali cerita yang panjang.

    Kyai yang mempunyai lima istri itupun kembali menuturkan, setelah Ghofur bingung kesana kemari mencari guru makrifat, akhirnya dia mendapat informasi kalau disini ada seorang guru yang dapat mengajarkan ilmu makrifat. “Abdul Ghofur datang kesini sekitar Bulan Maret 2015 pukul 22.00 WIB,” terangnya.


    Kepada Ghofur, Kyai Syawal pun menjelaskan, empat ilmu Islam dibagi menjadi dua. Untuk Syariat dan Thoriqoh dipelajari dengan cara shaum atau disebut juga dengan puasa. Sedangkan untuk hakekat dan makrifat harus dipelajari dengan riyadhoh tam (Riyadhoh sempurna) yakni selama 40 hari 40 malam.  “Riyadhoh tam ini dalam bahasa kita disebut dengan tapa yakni tidak makan, tidak minum dan tidak bicara selama 40 hari 40 malam. Yang dilakukan saat menjalankan tapa tersebut hanya berzikir istighfar dan sholawat nariyah,” kata kyai yang sudah mempunyai 15 anak dari tiga istri itu.

    Lebih lanjut dijelaskan, Ilmu Makrifat merupakan ilmu ruh. Ilmu ini untuk membebaskan ruh manusia dari ikatan nafsu dan jazad. Maka dari itu seseorang yang sudah mencapai makrifat secara sempurna akan diangkat derajatnya menjadi kekasih Alloh SWT atau disebut dengan waliyulloh. “Selama tiga bulan Ghofur belajar disini tentang teori-teori makrifat. Dia pernah mencoba untuk bertapa namun hanya berhasil 7 hari saja. Abdul Ghofur pun kemudian pulang” paparnya, sembari menambahkan, saat berada di Padepokan Abdul Ghofur tidak menceritakan kepada keluarganya kalau dia sedang berguru, bilangnya dia sedang kerja.

    Setelah mengetahui bahwa Ghofur ternyata berguru lanjut Syawal, keluarga Ghofur pun tidak setuju kalau dia berguru. Meski demikian tekad Ghofur ternyata sudah bulat. Dia sangat ingin menguasai ilmu makrifat. Ghofur pun akhirnya kembali ke padepokan untuk kembali melaksanakan riyadhoh yang sebelumnya mengalami kegagalan. “Saya sendiri sudah melarangnya, namun dia bersih kukuh. Bahkan memilih mati dari pada tidak dapat menggapai ilmu tersebut. Ini memang menjadi ciri-ciri orang yang sudah membutuhkan ilmu makrifat. Dan ilmu makrifat hanya dapat diberikan dan diajarkan kepada orang-orang yang memang membutuhkan,” terangnya.

    Keinginan Ghofur yang bulat itu terang Syawal, didorong karena dia sudah menemukan guru makrifat sejati. Terlebih sebelumnya dia telah menjadi korban para mafia yang mengaku sebagai kyai dan mampu mengajarkan ilmu makrifat. Alih-alih bukan ilmu yang didapat melainkan jadi korban penipuan ratusan juta. Setelah Ghofur kembali, diapun kembali memperdalam teori ilmu makrifat yakni dengan kitab Al Hikam, Kitab Ihya Ulumudin dan lain sebagainya. “Lalu diapun kemudian memulai tapa yang dimulai pada malam Rabu,” paparnya.

    Dengan sungguh-sungguh dan mengikuti petunjuk dari sang gurunya serta didampingi keponakannya Warsono, Ghofur pun menjalani tapa dengan baik di Padepokan Kyai Syawal. Pihak keluarga selalu menjenguk Ghofur selama di Padepokan Kyai Syawal, baik sebelum tapa, saat menjalankan tapa, maupun sesudah tapa. “Sehingga keluarga tahu semua hal yang dilakukan oleh Ghofur di sini,” terangnya.

    Setelah melakukan tapa dengan khusuk dan sungguh-sungguh, masa 40 hari akhirnya dapat diselesaikan dengan baik, diapun diangkat dan diakui oleh Alloh sebagai wali. Memang tidak ada yang dapat mengetahui kewalian seseorang. Namun Kyai Syawal selaku guru para wali benar-benar mengetahui tentang kewalian Syawal. Usai melaksanakan tapa dengan sempurna, sebagai seorang guru Syawal pun memberi Ghofur air kelapa muda dan air putih yang dicampur gula, sedikit demi sedikit. Hal itu untuk memulihkan kondisi tubuh Ghofur.

    “Saya mengatakan kepada Ghofur kalau dia sudah menjadi wali Alloh, karena dia tulus ikhlas menjalankan itu semua demi Alloh. Padahal Ibu kandung saya, yang pada waktu bersamaan dengan Ghofur juga menjalankan tapa, tidak berhasil diangkat menjadi wali,” ungkapnya.

    Kyai Syawal menambahkan, usai Ghofur menjalani tapa, diperlihatkan kepadanya beberapa alam, meliputi alam wali, alam kubur, alam dewa dewi dan lain sebagainya. Saat itu Ghofur mengatakan kalau dia tidak ingin pulang kerumah karena tidak sangggup lagi hidup bersosial dengan masyarakat. Alasannya banyak fitnah yang mengatakan bahwa gurunya sesat. Ghofur pun bersikeras untuk tetap tinggal di padepokan dan tidak mau pulang. “Saat saya hendak ke Jakarta, saya wasiat kepada Ghofur agar dia boleh pulang kerumah sesekali dan jangan sampai “Ninggal Raga” atau  melakukan pecat ruh. Sebab orang yang sudah mencapai ilmu makrifat mampu melakukan pecat ruh, yakni mengeluarkan ruhnya sendiri dari jasadnya,” ucapnya.

    Menurut Syawal, meninggalnya Ghofur itu memang karena kemauannya sendiri yakni dia sudah tidak mau lagi hidup di alam ini. Dia lebih memilih "ninggal raga" dari pada hidup di kehidupan ini. Sebelum melakukan pecat ruh, Ghofur pesan kepada keponakannya Warsono untuk dimakamkan di area padepokan.

    Saat disinggung mengenai jenazah yang hanya dibungkus plastik tanpa kain kafan, Kyai Syawal mengatakan, mungkin  Warsono panik, sehingga dibungkus ala kadarnya, sementara saat itu Kyai Syawal sendiri sedang tidak dirumah. “Mungkin itu karena panik, atau gugup. Kalau saya dirumah pasti dimakamkan dengan memakai kain kafan,” terangnya.

    Seperti diberitakan sebelumnya, setelah itu pihak keluarga Ghofur pun mencari keberadaan Ghofur. Setelah mengetahui bahwa Ghofur telah meninggal pada tanggal 26 Desember 2015,  dan dimakamkan di sekitar padepokan Kyai Syawal pihak keluarga akhirnya meminta agar jenazah Ghofur dipindah ke Logandu Kecamatan Karanggayam. Akhirnya pada Kamis (4/8) lalu, makam Ghofur pun dibongkar untuk kemudian dipindah. (*)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top