• Berita Terkini

    Sabtu, 27 Agustus 2016

    TPG Dipangkas Rp 23,3 T

    ilustrasi
    Kemendikbud Bantah Perancanaan Budgeting Lemah
    JAKARTA - Sistem perencanaan penganggaran (budgeting) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kebudayaan) menuai sorotan. Pemicunya adalah adanya kelebihan anggaran tunjangan profesi guru (TPG) di APBN Perubahan 2016. Jumlahnya tidak main-main yaitu mencapai Rp 23,3 triliun.


    Setelah diketahui ada kelebihan anggaran super jumbo itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan harus ada pemangkasaan. Sehingga anggaran TPG 2016 yang sedianya sekitar Rp 70 triliun susut tinggal Rp 46,7 triliun. Pemangkasan ini sudah disampaikan Sri Mulyani ke parlemen.


    Kemendibud merespon soal kelebihan anggaran itu. Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan tidak benar sistem perananaan penganggaran mereka lemah. Sehingga terjadi kelebihan anggaran (over budgeting). "Justru data kelebihan anggaran itu Kemendikbud yang menyuplai ke Kemenkeu," jelasnya di Jakara kemarin (26/8).


    Pranata lantas menceritakan duduk masalah hingga ditemukan masalah kelebihan anggaran itu. Dia mengatakan setiap perancangan anggaran tahunan, patokan Kemendikbud adalah jumlah guru yang sudah bersertifikat profesi guru. Jumlahnya mencapai 1 juta orang lebih.


    Namun saat penyaluran anggaran itu, kondisinya berubah. Di lapangan ada guru yang dimutasi jadi pejabat struktural di dinas lain. Atau bahkan ada guru yang diangkat menjadi kepala dinas. Bahkan ada juga guru yang ditunjuk menjadi camat atau lurah. Untuk kasus seperti ini, TPG tidak bisa dicairkan. Karena data guru penerimanya tidak terbaca sistem Kemendikbud.


    Kemudian guru yang bersertifikat juga harus memenuhi kriteria lain untuk mendapatkan TPG. Contohnya harus mengampu minimal 24 jam tatap muka/pekan. Meski pegang sertifikat tapi tidak mencapai beban mengajar itu, uang TPG tidak bisa dicairkan. Uang TPG yang tidak bisa dicairkan itulah yang kemudian terbaca sebagai kelebihan anggaran.


    Plt Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menjelaskan sasaran pembayaran TPG itu ada sekitar 1,2 juta guru. Jumlah itu setara dengan 60 persen total anggaan TPG. "Jadi sekarang ketahuan guru tidak menyedot anggaran negara sampai Rp 70 triliun," tuturnya.


    Menurut Unifah upaya Menkeu Sri Mulyani memangkas anggaraan TPG yang kelebihan itu tepat. Sebab tidak akan mengganggu pencairan TPG untuk guru yang benar-benar berhak. Selain itu uang hasil pemangkasan ini bisa dialihkan untuk bidang infrastruktur.


    Unifah lantas menjelaskan tanggungan sertifikasi guru oleh Kemendikbud masih besar. Dia mendapat informasi data jumlah guru di Kemendikbud mencapai 2 juta orang. Sementara yang sudah bersertifikat profesi guru masih 1,2 juta orang.


    Koordinator investigasi ICW Febri Hendri mengatakan urusan penganggaran TPG di APBN-P 2016 itu disusun saat Mendikbud Anies Baswedan. "Perlu diusut apakah waktu itu tidak ada kendali internal, sehingga ada kelebihan anggaran," jelasnya. Jika kelebihan anggaran itu ada unsur kesengajaan atau bahkan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu turun tangan.


    Febri berharap kasus kelebihan alokasi anggaran ini jangan sampai mengorbankan guru yang memenuhi syarat. Dia berharap tidak ada lagi gejolak pencairan TPG yang terlambat atau disunat.
     Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, pihaknya memutuskan memangkas pos anggaran tersebut karena dinilai over budgeted.

    "Untuk tunjangan profesi guru ini, kami menilai over budgeted. Gurunya memang tidak ada. Gurunya sudah ada, tapi belum bersertifikasi jadi belum bisa dikasih tunjangan profesi,"papar Sri Mulyani.


    Keputusan Sri Mulyani tersebut sempat menuai protes dari anggota dewan. Anggota Komisi XI Misbakhun meminta pemerintah kembali mempertimbangkan pemotongan anggaran tunjangan guru. "Saya baru pulang dari dapil saya, itu banyak guru yang mengaku belum dibayar, padahal sudah bekerja. Jadi tolong kalau ibu dapat info, tunjangan guru tidak ada gurunya, tolong jadi perhatian. Karena 20 persen itu untuk dana pendidikan,"paparnya.


    Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani menekankan bahwa pihaknya memutuskan melakukan pemotongan anggaran terhadap tunjangan guru, berdasarkan data yang diberikan Kemendikbud. "Itu data dari Kemendikbud dari daerah. Kami hanya mencoba secara proper untuk mengelola data yang baik,"jawab Sri Mulyani. (wan/ken/acd)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top