• Berita Terkini

    Senin, 08 Agustus 2016

    Lagi, ABK-WNI Diduga Disandera Abu Sayyaf

    ilustrasi
    JAKARTA – Upaya-upaya untuk menjaga keamanan di perairan wilayah Filipina Selatan dan sekitarnya tampaknya masih belum mempan mencegah perompakan dan penyanderaan anak buah kapal (ABK). Kali ini, seorang ABK Indonesia yang bekerja di Malaysia menjadi korban penculikan yang diduga kelompok Abu Sayyaf. Hal ini menandakan kasus penyanderaan kelima yang melibatkan ABK warga negara Indonesia (WNI).


    Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, pihaknya memang telah menerima informasi terhadap kasus penculikan seorang WNI yang menjadi kapten kapal penangkap udang berbendera Malaysia. Kabar tersebut telah diterima melalui perwakilan sejak Jumat (5/8) lalu.


    Namun, sampai saat ini pihaknya masih belum bisa mengonfirmasi apakah pihak penculik memang masuk ke kelompok Abu Sayyaf. Pasalnya, hingga saat ini masih ada beberapa versi informasi soal kasus tersebut. "Hingga saat ini, KBRI Kuala Lumpur, KJRI Kota Kinabalu, KRI Tawau dan KJRI Davao masih melakukan verifikasi kepada berbagai pihak, "ungkapnya di Jakarta kemarin (7/8).


    Konsul Jenderal RI di Kota Kinabalu Akhmad Daya Handasah Irfan mengatakan, memang saat ini dugaan Abu Sayyaf memang masih asumsi. Asumsi itu berdasarkan keterangan dari ABK yang lolos tak disandera. Menurut keterangan korban selamat, Kapal Penangkap Udang di perairan Kuala Kitabatangan, Sabah.

    Pada 3 Agustus pukul 16.00 waktu setempat, kapal yang memuat satu kapten atas nama Herman bin Manggak dan dua awak kapal disergap empat perompak bersenjata. Dari empat orang tersebut, hanya satu saja yang berbicara sedangkan tiga lainnya diam. Mereka pun menculik Herman karena statusnya sebagai kapten.

    "Kami mendapat keterangan ini dari salah satu awak kapal selamat sekaligus keponakan dari sang kapten, " ungkapnya. Herman diakui merupakan WNI yang tinggal sebagai pekerja kontrak di wilayah Sabah, Malaysia.


    Namun, pihaknya masih belum mendapatkan kan kontak dari penculik. Baik sang keponakan dan awak kapal lain yang merupakan  warga Malaysia juga masih tak yakin identitas penculik. "Kalau sudah ada kontak dari pihak penculik baru kami bisa menyampaikan secara tegas apakah ini memang terkait Abu Sayyaf atau tidak, "ungkapnya.


    Kasus kelima dari penculikan ABK WNI sendiri membuat pakar terorisme Al Chaidar tak habis pikir. Menurutnya, kasus ini jelas membuktikan bahwa Filipina masih lemah dalam menjaga teritorial dalam negeri. "Kalau saya bisa bicara kasar, harusnya masalah perairan Filipina Selatan diserahkan Indonesia saja, " jelasnya.

    Dia pun menyoroti ada problem ideologi dalam penanganan di kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Masalah tipikal soal kurang terjaganya perbatasan memang juga terjadi di Indonesia. Namun, sejarah tuan tanah pun menimbulkan gesekan antara masyarakat di jantung pusat Filipina dan Filipina Selatan. "Memang tak bisa ditampik menanggulangi Abu Sayyaf itu sulit. Karena kelompok itu menguasai berbagai titik dan didukung masyarakat lokal, "ungkapnya.


    Dia hanya berdoa bahwa penculik kali ini tak masuk dalam sempalan Abu Sayyaf yang dipimpin oleh Isnilon Totoni Hapilon alias Abu Abdullah al-Filipini. Sebab, kelompok ini dikenal sangat ekstrim jika menemukan ada sandera yang bukan beragama islam. "Kalau untuk kelompok Al Habsi atau Abu Sayyaf yang lama, masih bisa dirundingkan untuk dilepaskan dengan tebusan, "ungkapnya.


    Hingga saat ini, sudah terdapat sudah 24 orang yang menjadi korban dari Abu Sayyaf.  Sejarah penyanderaan ABK-WNI itu dimulai pada Maret 2016 ini dengan 10 ABK TB Brahma 12. Kemudian di susul oleh penculikan empat ABK TB Henry 15 April. Beruntung, mereka saat ini sudah bebas dan kembali ke kampung halaman. Namun, tujuh ABK TB Charles justru diculik pada 21 Juni disusul oleh tiga ABK WNI kapal penangkap ikan 9 Juli lalu. (bil)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top