• Berita Terkini

    Senin, 01 Agustus 2016

    Fungsi FKUB Belum Efektif

    ilustrasi
    JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap insiden pembakaran kelenteng di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara (Sumut) menjadi pelajaran bagi pemerintah. Khususnya untuk menjaga kerukunan umat beragama di seluruh penjuru tanah air. Gesekan-gesekan kecil harus bisa terdeteksi dan teratasi, sebelum meluap menjadi aksi anarkis massal.


    Ketua Bidang Hukum dan Perundang-Undangan MUI Zainut Tauhid Saadi menuturkan, pemerintah harus mengefektifkan keberadaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Baik itu FKUB di tingkat pusat, provinsi, bahkan di kabupaten/kota. Keberadaan FKUB di setiap level ini juga diharapkan merangkau sampai umat lapisan paling bawah. Bukan hanya pemuka agamanya saja.


    "Jika FKUB-nya efektif, bisa mencegah potensi masalah antar atau intern umat beragama,'' jelasnya. Kegiatan untuk mengefektifkan peran FKUB beragam. Seperti kegiatan-kegiatan massal yang melibatkan umat lintas agama. Kemudian juga seminar-seminar kerukunan dan sejenisnya. Intinya FKUB menjadi poros menyebarkan smangat kerukunan dan toleransi.


    Zainut menegaskan bahwa semangat toleransi itu perlu dirawat, dijaga, dan dipupuk setiap saat. Selain itu semangat toleransi juga harus dilandasi dengan rasa saling menghormati yang kuat. Dia mendapatkan informasi kasus di Tanjungbalai itu dipicu akibat tidak ada rasa saling mnghormati. Kemudian menyebar melalui sosial media lantas menggerakkan massa.


    Selain memperkuat peran FKUB, MUI juga meminta aparat penegak hukum mengusut kasus ini sampai tuntas. Diantaranya adalah mengamankan provokatot biang pembakaran sejumlah kelenteng. Kemudian polisi juga harus menjelaskan akar masalah ini secara klir. Supaya ke depan masyarakat bisa ikut mengantisipasi kejadian serupa tidak terulang lagi.


    Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag Mochammad Jasin mengatakan sudah ada kesepakatan bersama antara FKUB Tanjungbalai, MUI setempat, kelompok lintas etnis, dan organisasi kepemudaan setempat. Diantara kesepakatan bersamanya adalah, berperan aktif menjaga sarana dan prasarana rumah ibadah. Siap menjadi penyampai syiar pentingnya menjaga kerukunan dan menjadi teladan masyarakat untuk menjaga toleransi dan kerukunan.

    Insiden Tanjungbalai juga memicu keprihatinan mendalam dari Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Selain menyayangkan dan mengutuk keras, salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama (NU) itu juga siap turun ke lapangan.


    ''Kami sudah perintahkan jajaran Ansor dan Banser di Sumut untuk aktif dalam proses rehabilitasi,” tutur Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, saat dihubungi, kemarin. Baik, rehabilitasi fisik maupun sosial. Bukan hanya membantu merekonstruksi banguna rumah ibadah yang terbakar, tapi juga melakukan silaturahin kepada para warganya.


    Lebih lanjut, dia memandang, insiden Tanjungbalai bisa terjadi karena ketidaksigapan aparat. Mulai dari kepala lingkungan  setingkat RT, lurah, hingga polisi. Ketidaksegeraan dalam merespon membuat potensi konflik yang seharusnya bisa segera diredam justru menjadi semakin membesar.

    Selain itu, dia juga menyoroti tentan peran negara, khususnya pemerintah daerah. Mereka dianggap telah gagal dalam memelihara dan mengelola keberagaman. ”Sehingga agama yang seharusnya jadi alat pemersatu dan perdamian, malah menjadi sumber konflik di masyarakat. Tentu, kami sangat menyayangkan dan mengutuk keras insiden yang terjadi,” imbuh Gus Tutut –sapaan akrabnya-.


    Setara Institute melihat kerusuhan yang terjadi di Tanjungbalai merupakan ekspresi intoleransi dan kekerasan yang tidak semestinya terjadi. Yang semacam ini juga mulai terjadi di banyak daerah dan bisa menjadi bom waktu.


    Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani berharap polri dapat mengungkap aktor penggerak kerusuhan tersebut. Tindakan itu perlu selain harus mempertemukan kedua pimpinan agama.


    Ismail berharap peristiwa tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak, bahwa kondisi intoleransi di tengah masyarakat semakin meningkat. Hal itu ditandai bermunculannya peristiwa pelanggaran kebebasan beragama. Pemerintah harus mengambil langkah mendasar dalam merespons seluruh peristiwa pelanggaran yang terus terjadi.

    "Tentu tidak hanya reaktif dalam peristiwa aktual seperti pemadam kebakaran. Pemerintah hanya riuh saat peristiwa terjadi," ujarnya. Kementerian Agama dan Kemendagri memegang peranan kunci dalam mengelola hubungan antar agama, meningkatkan toleransi, dan menghapus praktik diskriminasi atas dasar agama dan keyakinan.


    Sementara Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa kerusuhan itu dipastikan disebabkan adanya provokasi di media sosial. ”Provokasi itu terjadi saat masih terjadi perdebatan antar tetangga,” paparnya.


    Akhirnya, terjadi kerusuhan dan meluas di Tanjung Balai. Karena itu dilakukan dua upaya, yakni pertemuan antar tokoh masyarakat dan penindakan hukum pada orang yang memprovokasi. ”Saat ini semua sedang proses,” paparnya.


    Namun begitu, penebalan jumlah petugas dilakukan di Tanjung Balai. Hal tersebut ditujukan mengantisipasi dan memastikan keamanan di daerah tersebut. ”Sudah aman tapi masih perlu dijaga,” ujarnya.   (wan/dyn/gun/idr)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top