• Berita Terkini

    Senin, 11 Juli 2016

    3 WNI Diculik di Sabah, Malaysia

    ilustrasi
    JAKARTA – Kekhawatiran soal nasib WNI di luar negeri pasca merebaknya isu pemberian tebusan 14 WNI pada kelompok Abu sayyaf terbukti. Tiga orang WNI kembali menjadi korban penculikan di Lahad Datu, Sabah, Malaysia. Diduga kuat, para penculik ini masih bagian dari kelompok Abu Sayyaf.


    Kepala perwakilan Indonesia di Tawau, Malaysia Abdul Fatah Zainal membenarkan adanya kabar penculikan ini dari laporan pihak kepolisian sabah. Menurut informasi yang diterima Konsulat RI Tawau, ada tiga orang WNI yang menjadi korban penculikan pada Sabtu (9/7) lalu. Adapun ketiganya diketahui berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan identitas bernama Lorence Koten (34), Theodorus Kopong (42) dan Emanuel (40).


    Fatah menuturkan, kejadian berlangsung saat ketiga WNI ini bersama empat orang awak kapal LD/113/5/F sedang menangkap ikan di perairan dekat Lahad Datu. Pada pukul 23.40 waktu setempat, tiba-tiba kelompok bersenjata laras panjang mendekat. Sebelum melancarkan aksinya, para perompak tersebut sempat bertanya soal paspor dari para ABK.
    ”Ada tujuh awak kapal. Empat WNI dan tiga suku bajau. hanya tiga ini yang menunjukkan paspor mereka,” ujarnya saat dihubungi kemarin.

    Fatah mengaku sudah mengirim ILO TNI dan Polri dari konsulat untuk berkoordinasi terkait kasus ini. Konsulat juga terus berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk mengabarkan kondisi terbaru.


    Hingga saat ini sendiri, fatah masih belum bisa berkomentar soal dalang dibalik aksi ini. Meski begitu, dugaan kuat tertuju pada sub kelompok Abu Sayyaf yang diketahui bernama Apo Mike. Kelompok ini juga yang sering menjadi dalang  atas kasus penculikan pelaut di perairan internasional antara Sabah dan Filipina.

    Aksi penculikan terhadap WNI ini terhitung keempat kali dalam 6 bulan terakhir. kasus terakhri adalah penculikan 7 WNI, ABK kapal TB Charles dan tongkang robby pada 20 Juni 2016 lalu. ketujuhnya diculik saat kembali dari filipina menuju samarinda.


    Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung menuturkan kasus penculikan 3 WNI di perairan Malaysia itu menjadi tamparan telak bagi Malaysia. ’’Mereka selama ini sering mengkritik Indonesia tidak bisa mengurusi wilayah lautnya. Sekarang mereka kebobolan,’’ jelasnya.


    Reza menuturkan kasus ini harus menjadi momentum untuk otoritas Malaysia segera membuka diri dengan pemerintah Indonesia. Baginya lebih baik masalah ini cepat diselesaikan. Operasi gabungan antara tentara kedua negara untuk menyelamatkan tiga WNI itu segera dijalankan. Apalagi tentara Indonesia dan Malaysia selama ini memiliki program kerjasama bernama Elang Malindo.


    Selain itu kasus penculikan ini juga menjadi bahan evaluasi internal pemerintah Indonesia. Pertama adalah TNI AL harus sering melakukan operasi ’’setrika’’ untuk mengamankan nelayan-nelayan Indonesia yang mencari ikan. Disebut operasi setrika, karena KRI-KRI Indonesia harus sering bolak-balik melalui area perbatasan laut Indonesia. ’’Bolak-balik sama seperti setrika,’’ jelasnya.


    Kemudian Reza juga mengatakan kemampuan navigasi nelayan Indonesia masih banyak yang tradisional. Untuk navigasi laut, kebanyakan masih menggunakan peta bintang. Selain itu nelayan Indonesia belum memiliki kemampuan untuk membedakan perahu yang mendekat itu sesama nelayan atau perompak.

    Jika kemampuan itu sudah ada ditambah perlengkapan komunikasi yang memadai, nelayan Indonesia bisa langsung mengirim sinyal bahaya saat didekati perompak. Peningkatan kemampuan nelayan Indonesia baginya adalah tugas besar yang harus diselesaikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah komando Susi Pudjiastuti. (mia/wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top