• Berita Terkini

    Sabtu, 25 Juni 2016

    Les Yasin, Calon Dokter asal Kamboja Belajar di Kota Solo

    Apresiasi Muslim, Ada Buka Bersama secara Nasional

    Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Itu dirasakan Les Yasin selama menunaikan ibadah puasa di Kota Bengawan. Begitu juga ketika Lebaran. Kamboja dengan Indonesia beda.
    ------------------------------
    NOVITA RAHMAWATI, Solo
    -------------------------------

    SEJUMLAH mahasiswa asing menikmati kenyamanan ruang International Office (IO) Universitas Sebelas Maret (UNS). Ada yang membaca buku, browsing dan aktivitas lainnya. Salah satunya Les Yasin.

    Dia adalah mahasiswa Pendidikan Dokter semester tujuh. Sudah empat kali berturut-turut warga asal Kamboja ini berpuasa di kota Solo. Yasin mulai terbiasa jauh dari orang tua.

    ”Dulu awalnya sempat homesick. Rasanya ingin pulang terus ke rumah,” ungkap warga kota Battambang, Kamboja ini.
    Namun begitu mengenal lingkungan dan warga kota Solo yang ramah, Yasin mulai betah. Dia merasa lebih ringan melaksanakan puasa. Sebab di Kamboja tidak banyak umat muslim.

    ”Ketika puasa, teman-teman yang lain sudah terbiasa makan di hadapan kita. Banyak sekali orang yang berjualan makanan di pinggir jalan,” ujar pria kelahiran 12 Desember 1991 ini
    .
    Berbeda dengan di Indonesia. Beribadah di bulan Ramadan lebih khusyuk. Lebih menyenangkan lagi ketika berbuka, bisa berkumpul bersama mahasiswa lainnya.
    Namun rasa kangen dengan keluarga kadang muncul. Terutama dengan menu berbuka puasa ala Kamboja. Yakni bai sachko ang, menu berbahan dasar daging sapi, dan lok lak atau daging sapi goreng, maupun bobor moin alias bubur ayam.

    Ketika Lebaran, tradisi di Kamboja hampir sama. Ada takbiran di masjid, anak-anak bermain kembang api, salat Idul Fitri dan silaturahmi dengan kerabat.
    ”Setelah salat Idul Fitri, kita makan kari bersama di rumah. Baru dilanjutkan silaturahmi. Bedanya, waktu salat Idul Fitri, di Kamboja hanya diikuti jamaah pria,” beber dia.

    Meskipun muslim Kamboja menjadi minoritas, lanjut Yasin, pemerintah setempat sangat menghargainya. Itu dibuktikan dengan menggelar buka bersama secara nasional.
    ”Buka bersama nasional itu baru dilaksanakan selama tiga kali. Saya hanya bisa melihatnya lewat internet. Ingin sesekali datang ke acara itu. Hanya saja biasaya digelar di awal puasa. Jadi untuk bisa ikut berbuka cukup sulit,” urai Yasin. (*/vit/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top