• Berita Terkini

    Rabu, 15 Juni 2016

    Kualitas Lingkungan Pesisir Jepara Menurun

    FEMI NOVIYANTI/RADAR KUDUS
    JEPARA – Kondisi pesisir Jepara memprihatinkan. Sepanjang pesisir mulai dari Desa Kedung Malang, Kedung, hingga Desa Ujung Watu, Donorojo, mengalami kerusakan akibat tak ada tanaman pelindung pantai.

    Meskipun di beberapa titik terdapat tanaman pelindung pantai, namun luasannya terbatas. Tak adanya tanaman pelindung pantai itupun membuat usaha budi daya laut di Jepara berbatasan langsung dengan laut dan berbahaya ketika terjadi abrasi.

    Hal ini disampaikan Bupati Jepara Akhmad Marzuqi kemarin. Marzuqi mengatakan, degradasi kualitas lingkungan pesisir tak bisa dihindari. Dari semua pesisir di Jepara, hanya Taman Nasional Karimunjawa yang memiliki tanaman pelindung pantai yang cukup panjang. Yakni mencapai 220 hektare.

    Tak hanya itu, abrasi di pesisir pantai Jepara cukup parah. Ada sekitar 938,73 hektare yang rusak terkena abrasi. Karena itulah diperlukan peran aktif masyarakat. Sebab tanpa upaya menjaga lingkungan maka kerusakan akan terus terjadi dan berdampak pada kondisi laut atau hasil tangkapan nelayan.

    Untuk mengatasi persoalan tersebut, sebenarnya pihak Pemkab Jepara telah melakukan beberapa upaya. Salah satunya yakni perlindungan daratan dari abrasi dengan membuat bangunan pemecah ombak. ”Di wilayah dengan potensi abrasi tinggi dibangun revetment. Seperti di Desa Kedung Malang, sepanjang 60 meter, Bulak Baru sepanjang 60 meter, serta Desa Tanggul Tlare sepanjang 50 meter,” katanya.

    Tak hanya itu, di beberapa titik juga dibangun groin. Misalnya di Desa Bondo dan Desa Tubanan. Langkah lain dilakukan yakni merehab vegetative. Yaitu dengan penanaman bakau serta cemara laut. ”Cemara laut sudah ditanam di sepanjang Desa Ujung Watu sampai Desa Clering,” ujarnya.

    Terkait upaya penanganan dengan membuat bangunan fisik mulai revetment maupun groin, dikatakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara Achid Setiawan, tak bisa dilakukan serta merta. Melainkan harus ada studi terlebih dahulu. ”Biaya untuk bangun mahal. Jadi harus benar-benar dikaji. Karena masing-masing itu memiliki bentuk bangunan berbeda. Harus disesuaikan dengan kerusakan masing-masing,” imbuhnya. (emy/zen)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top