• Berita Terkini

    Rabu, 04 Mei 2016

    Jor-joran di Jumenengan Dalem Pakoe Boewono XIII

    DAMIANUS BRAM/RASO
    SOLO – Friksi para sentana di Keraton Solo masih berlanjut hingga kemarin (3/5). Seperti tahun lalu, Pelaksanaan Tingalan Jumenengan Dalem Pakoe Boewono XIII digelar terpisah.

    Tarian sakral Bedaya Ketawang di Sasana Sewaka Keraton Solo tanpa dihadiri PB XIII Hangabehi. Raja Keraton Solo itu memilih menggelar acara sendiri di Sasana Prabu.

    Prosesi Jumenangan di Sasana Prabu diawali penyambutan Raja Kerajaan Skala Brak Lampung Brigjen Sabatin Puniakan Dalom Beliau Edward Syah Pernong yang dipertuan ke-23 sekitar pukul 10.45.

    Beragam kesenian tradisional digelar. Mulai dari reog Ponorogo dan tari khas Kerajaan Skala Brak Lampung menambah meriah prosesi penyambutan.

    Kanjeng Pangeran Adipati Arya Sura Agul-agul Begug Poernomosidi mengatakan, selain menyambut raja dan panglima Kerajaan Skala Brak Lampung, Tingalan Jumenengan di Sasana Prabu juga dilakukan pemberian kekancingan. "Tamu dari Kerajaan Skala Brak Lampung di terima beliau (Sinuhun Paku Boewono XIII)  di Dalem Kanarendran. Kekancingan mulai tanggal 1, 2 Mei dan puncaknya hari ini," terangnya.

    Kekancingan, lanjut mantan bupati Wonogiri itu merupakan pemberian kenaikan pangkat untuk abdi dalem keraton. "Ada sekitar 160 (abdi dalem, Red) diberi kekancingan," tutur Begug.

    Panglima Kerajaan Adat Skala Brak Alif Jaya mengatakan, rombongan dari Lampung terdiri atas 300 orang. Terdiri atas keluarga kerajaan, pesilat, penari, dan pemain musik.
    “Untuk mempererat tali kekeluargaan,  ada sekitar 40 orang mendapat kekancingan dari Keraton Kasunanan Surakarta,” terang Alif.

    Sedangkan pelaksanaan jumenengan di Sasana Sewaka dihadiri Pelaksana tugas (Plt) Raja Solo GPH Puger. Puger dan sentana Keraton Solo lainnya duduk lesehan saat menyaksikan tari Bedaya Ketawang.

    Kepala Eksekutif Bidang Hukum Keraton Solo KP Eddy Wirabhumi mengatakan,  jumenengan berlangsung khidmat meskipun tidak dihadiri PB XIII Hangabehi.
    “Kami menjalankannya sesuai pakem adat. Harus ada (tari) Bedaya Ketawang karena hal itu merupakan sarana meditasi untuk raja selama acara berlangsung. Itu (Bedaya Ketawang) harus,” tegasnya.

    Berkaitan dengan prosesi jumenengan di Sasana Prabu, Eddy enggan berkomentar. "Orang mau mengadakan apa, ya monggo. Tetapi jika bicara Bedaya Ketawang, ya harus di situ (Sasana Sewaka), dilatih juga di situ, dipentaskannya ya harus di situ," urai dia. (ves/wa)=


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top