• Berita Terkini

    Rabu, 27 April 2016

    Perempuan Penambang Pasir Tertimbun Longsor

    ANGGA PURENDA/RADAR KLATEN
    KLATEN – Aktivitas penambangan pasir sangat berisiko. Penambang tewas terus berulang. Tapi semua itu diabaikan demi menutup kebutuhan ekonomi. Kemarin (26/4), nyawa dua perempuan tak tertolong setelah tertimbun material longsor di lahan pribadinya Dusun Tawang, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang.

    Mereka adalah Sarjiem, 30, dan Legiyem, 32. Pagi itu keduanya bersama Narso, 56, yang merupakan ayah Sarjiem sekaligus mertua Legiyem seperti biasa melakukan penambangan pasir secara manual.

    Sarjiem dan Legiyem menambang di satu lokasi, yakni di cekungan tebing dengan ketinggian empat meter dari dasar Sungai Tawang Kulon. Tanpa diduga, tebing longsor dan menimpa keduanya. Sedangkan Narso bisa menyelamatkan diri namun mengalami shock berat.

    Kepala Desa (Kades) Sidorejo Jemangkir menduga, bukit longsor akibat penambangan pasir yang semakin mendalam. Padahal pada bukit tersebut terdapat bongkahan batu seberat sekitar 1,5 ton. Karena semakin terkikis, tebing tak lagi mampu menahan beban batu.
    “Sekitar 30 menit dilakukan upaya penyelamatan tapi nyawa keduannya tidak tertolong,” ujar Jemangkir.

    Di lokasi kejadian, seluruh tubuh Legiyem tertimbun material longsoran pasir. Sedangkan tubuh Sarjiem masih dapat terlihat. Mereka mengalami patah tulang bagian kaki kanan, luka pada punggung dan memar di kepala.

    “Keluarga Narso memang sudah lama melakukan aktivitas tambang di lokasi itu. Kadang-kadang mereka melakukan penambangan bersama anaknya yang masih kecil. Tetapi kalau hari ini (kemarin, Red) tidak,” ucap Kades.

    Ditambahkan Jemangkir, lokasi penambangan di lahan pribadi tersebut berjarak sekitar 100 meter dari rumah Narso yang juga didiami oleh Sarjiem dan suaminya Kersi. Sedangkan Legiyem tinggal bersama suaminya Darbo di Dusun Margomulyo, Desa Tangkil, Kecamatan Kemalang.

    Sarjiem meninggalkan dua putri yakni Nur yang masih SMP dan Novi, 4. Sedangkan Legiyem punya dua anak, yaitu Siti usia sekolah dasar, dan Tia berusia bawah lima tahun. Dua perempuan yang masih berkerabat tersebut dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) desa setempat sekitar pukul 11.30.

    Sementara itu, Darto, 50, tetangga Narso mengungkapkan, saat kejadian, dirinya baru saja istirahat setelah menambang pasir di lahannya sendiri. Sekitar pukul 08.30, dia mendengarkan teriakan Narso meminta bantuan. “Anak saya, Sutar, yang pertama kali menolongnya,” tuturnya.

    Lebih lanjut diterangkan Darto, Narso dan keluarganya melakukan aktivitas penambangan selama dua tahun terakhir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
    “Satu truk pasir yang kita tambang rata-rata dihargai Rp 400 ribu. Penjualan dilakukan tiga hari sekali,” ungkap dia.

    Darto mengakui, sebagai penambang manual, dirinya juga waswas terhadap ancaman tebing longsor. Sebagai antisipasi, dia hanya mengandalkan tanda-tana alam, yaitu suara khas pergerakan pasir.
    “Kalau sudah ada suara seperti itu, saya tidak akan memaksakan diri melanjutkan penambangan,” pungkas dia. (ren/wa)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top