• Berita Terkini

    Selasa, 12 April 2016

    MUI Bawa Pasal BTQ ke Konsep Kurikulum

    ilustrasi
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)– Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kebumen turut mengambil sikap terkait keberadaan Pasal Baca Tulis Alquran (BTQ/BTA) Raperda Pendidikan yang kini tengah dibahas Pansus I DPRD Kabupaten Kebumen.

    Melalui rapat yang digelar Senin (11/4/2016), majelis yang diketuai oleh KH Nur Sodik itu pun membawa Pasal Raperda Pendidikan tentang perubahan Perda Nomor 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan itu ke konsep kurikulum.

    Bahkan pada rapat yang dipimpin oleh Sekretaris MUI Kabupaten Kebumen Khamid membentuk tim kerja penyusunan kurikulum BTQ yang terdiri atas Darobi sebagai ketua, Bahrul Ilmi sebagai sekretaris serta Tukijan dan Ali Muin sebagai anggota. "MUI juga  telah melakukan rapat koordinasi dengan wakil kepala sekolah/madrasah bidang kurikulum Se-Kebumen pada Jumat (8/4) lalu," kata Khamid.

    Pihaknya juga menyambut baik Raperda inisiatif Dewan tersebut dan berharap agar diterbitkan peraturan tentang BTQ agar anak didik Muslim memiliki kemampuan baca tulis Alquran dengan baik dan benar. Dalam konsep kurikulum itu, MUI memberikan acuan agar siswa MI/SD mampu baca tulis juz Amma (juz 30), siswa SMP/MTs mampu baca tulis 10 juz, dan MA/SMA/SMK mampu baca tulis 30 juz.

    Dikatakannya, materi BTQ penting bagi siswa MI/SD, SMP/MTs, dan MA/SMK/SMA. Mengingat, siswa di kabupaten berslogan Beriman ini ternyata tidak semuanya bisa membaca Alquran dengan baik dan benar. "Padahal itu kitab sucinya. Kalau ini dibiarkan, maka Islam hanya sekedar pengakuan saja, sedangkan pemahaman terhadap agamanya kurang," terang Khamid.

    Menurutnya, pembelajaran kitab suci yang bisa dihafalkan itu pun hanya sekenanya saja, sehingga memunculkan penafsiran jauh dari standar karena tidak menggunakan metode yang benar. Padahal dalam menafsirkan Alquran itu ada yang menggunakan Bilmatsur dan Birroyi.
    Dijelaskannya Metode Bilmatsur yakni menafsirkan dengan ayat yang berkaitan dengan hadits. Sedangkan Birroyi terdiri atas Birroyil Mahmud dan Birroyil Madzmum. Metode tafsir Birroyil Mahmud yakni menggunakan ilmu-ilmu pendukung seperti Bahasa Arab, Nahwu, Sorof dan lainnya.

    Sedangkan Birroyil Madzmum sesuai kemauan sendiri sehingga terkadang menjadikannya merasa paling benar. Untuk itu harus dimulai dari BTQ agar ada peningkatan kualitas dalam beragama. Dan apabila pemahaman BTQ dilakukan sejak kecil, maka akan lebih mapan dan menjadi lebih berhati-hati dalam menafsirkannya.

    Lebih lanjut, keberadaan Raperda yang terdapat Pasal BTQ  itu pun sebagai penguat. Seperti halnya pada Perda Haji atau Perda Zakat. Bahkan untuk urusan Haji diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). "Jadi Pasal BTQ Raperda Pendidikan itu tidak ada unsur diskriminasinya," tandas Khamid yang juga Penyelenggara Syariah pada Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kebumen itu. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top