• Berita Terkini

    Senin, 22 Februari 2016

    Tikar, Bantal dan Teplok "Antar" Fuad Sekeluarga Boyongan ke Rumdin Bupati

    SUDARNO AHMAD/EKSPRES
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Bupati Mohammad Yahya Fuad dan keluarga mulai fokus menjalankan tugasnya sebagai bupati dengan menempati rumah dinas (rumdin), Sabtu (20/2/2016). Proses boyongan itu dilakukan dengan tradisi Jawa, yaitu ditandai dengan membawa tikar, bantal, benang lawe, sapu lidi dan lampu sentir.

    Prosesi boyongan yang dilakukan pukul 08.00 itu, Mohammad Yahya Fuad didampingi oleh istri, anak dan ibu kandungnya. Sejumlah pejabat menyambut orang nomor satu di Kabupaten Kebumen tersebut. Tampak Wakil Bupati Yazid Mahfudz, Sekda Adi Pandoyo dan istri, Kabag Umum Setda Kebumen Edy Purwoko.

    Bupati Mohammad Yahya Fuad, menjelaskan demi lancarnya tugas-tugas yang harus diembannya sebagai pemimpin baru di Kebumen, ia bersama keluarga memutuskan untuk menempati rumah dinas. "Ya, biar fokus karena banyak aktifitas disini. Walaupun sesekali kalau pas kangen sama rumah, kita pulang ke Gombong," kata Yahya Fuad, kepada Kebumen Ekspres, disela-sela acara boyongan.

    Terkait dengan prosesi boyongan yang menggunakan tradisi Jawa, Yahya Fuad menilai hal itu sebagai pengingat dirinya akan kondisi masyarakat. Seperti tikar, yang mengingatkan dia akan masih banyaknya warga Kebumen yang belum bisa tidur di kasur empuk. Sedangkan, lampu teplok juga sebagai pengingat bahwa masih ada masyarakat yang hingga kini masih belum bisa menikmati layanan listrik.   "Ini untuk mengingatkan kita, bahwa masih ada masyarakat yang sangat menantikan perhatian serius dari kita. Namun, prosesi ini budaya, bukan sunah rasul," tegasnya.

    Istri Yahya Fuad, Lilis Nuryani Yahya Fuad, yang kemarin ikut mendampingi boyongan suaminya, mengaku iklas menerima kenyataan akan berkurangnya perhatian sang suami kepada keluarga karena kesibukan sebagai bupati. "Ini resiko, tetapi nggak masalah. Kami iklas menerimanya," tuturnya.

    Sedangkan, ibu kandung Yahya Fuad, Hj Siti Nururrohmah meminta agar anaknya tersebut tidak menikah lagi. Selain itu, dia berharap anaknya itu benar-benar menyatukan kaum Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) di kabupaten dengan slogan Beriman ini. "Semoga dalam menjalankan tugasnya dapat menjadi pemimpin yang amanah," harapnya.

    Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wuryanto, yang mendampingi proses boyongan menjelaskan, boyongan tersebut dilakukan sesuai dengan falsafah jawa. Banyak filosofi pada acara tersebut, seperti tikar (klasa bongko) berharap bupati dan keluarga panjang umur. Selanjutnya, bantal mengandung makna agar penghuni rumah hidupnya nyaman. Sementara benang lawe, mengandung arti agar dalam menjalankan tugas sebagai bupati diberi kelancaran, aman dan tidak ada halangan. "Kemudian sapu itu untuk membersihkan, termasuk membersihkan apa saja. Sedangkan lampu teplok menjadi penerang, serta dengan maksud agar menjadi penerang bagi masyarakat Kebumen," terang pria yang juga pengurus Permadani Kabupaten Kebumen.

    Selain itu, hari pertama menempati rumah dinas juga digelar berbagai acara mulai dari semaan Al-quran, menerima kunjungan 500 tukang becak, hingga pesta rakyat pada Sabtu (20/2) malam yang dilanjutkan dengan pentas wayang kulit.(ori)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top