• Berita Terkini

    Rabu, 10 Februari 2016

    Empat Wali dari Wali Sango Keturunan Tionghoa

    ISTIMEWA
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Empat dari sembilan Wali Songo yang telah berhasil berdakwah Islam di tanah Jawa merupakan keturunan Tionghoa.  Adapun keempat wali tersebut diantaranya Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Giri. Ini sangat erat kaitannya dengan Laksamana Zheng He atau yang biasa disebut dengan Sam Po Kong, salah satu tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.

    Hal ini disampaikan oleh Ida Elisa yang tidak lain adalah mahasiswi pascasarjana Universitas Guangzhou saat menjadi nara sumber pada acara Wisata Budaya Imlek di Rumah Marta Tilaar (RMT) Gombong, Minggu (7/2/2016) lalu. “Kita memiliki leluhur yang berasal dari Yunnan, salah satu daerah di Tiongkok, dan akan lebih baik apabila ada kesadaran akan hal itu, bahwa kita adalah saudara ” katanya  yang  kini juga mengajar di salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Kebumen.

    Ida menjelaskan, Gombong sendiri merupakan kota yang kaya akan bermacam-macam budaya sejak jaman dahulu. Salah satu budaya yang sudah membaur dengan masyarakat adalah budaya Tionghua. Untuk mengenalkan budaya Tionghoa kepada masyarakat, Rumah Marta Tilaar (RMT) Gombong mengadakan  kegiatan Wisata Budaya Imlek  tersebut.

    Selain Ida Elisa kegiatan wisata Imlek tersebut juga mengundang Ening Muharta yang tidak lain adalah seorang budayawan Tionghua sebagai nara sumber. Dengan adanya nara sumber itu maka wisata bukan hanya menjadi kesenangan fisik semata, namun wisata juga dapat memperkaya khasanah budaya serta memperluas ilmu.

    Menurut  Ening Muharta , kata Imlek berasal dari Yin Li, yang berarti tahun. Tahun yang dimaksud disini merupakan tahun penanggalan lunar.  Sedangkan Yang Li adalah penanggalan umum yang gunakan saat ini. Kata Imlek itu merupakan kata serapan, dari salah satu bahasa daerah  yang ada di Tiongkok.  Seperti halnya Negara Indonesia yang memiliki banyak bahasa, Tiongkok juga memiliki banyak bahasa daerah seperti  Hokian, Hakka, ataupun Kanton. “Bahasa sehari-hari yang kita gunakan pun erat kaitannya dengan bahasa Tionghua, seperti bakwan, bakso, sato, tahu, becak, bakiak, sampan, dll. Jumlah kata serapan dari bahasa Tionghua diperkirakan mencapai 1046 kata,” tuturnya.

    Dijelaskannya, Masyarakat Tionghua sering menggunakan simbolis, baik dalam pemaknaan suatu benda, warna, sampai dengan sesaji sembahyangan. Dalam Sesaji sembahyangan seluruhnya bermakna baik. Apel merupakan perlambang keselamatan, wajik merupakan perlambang derajat, rebung merupakan lambang pertumbuhan. “Semua itu adalah harapan atau doa yang dipanjatkan kepada para leluhur, agar mereka dan keturunannya selalu dilindungi,” katanya sembari menambahkan pembauran budaya Tionghua juga bisa dilihat dari permainan brongsai atau liong yang sebagian besar kini dimainkan oleh penduduk pribumi. Diluar negeri pun brongsai dimainkan oleh penduduk lokal, seperti di Spanyol atau Amerika. (mam)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top