• Berita Terkini

    Rabu, 13 Januari 2016

    Perekrut Gafatar Dijerat Penculikan

    Selama di Kalimantan Nginap dari Hotel ke Hotel
    SLEMAN – Sehari menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direskrimum Polda DIJ, perekrut anggota Gafatar, Eko Purnomo (E) dan Veni Orinanda (V) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dijerat pasal 328 subsider pasal 332 KUHP tentang penculikan dan membawa lari orang lain.

    "Dari hasil pemeriksaan terhadap E dan V, Polda DIJ menetapkan keduanya menjadi tersangka. Ancaman pidananya 9 tahun penjara," kata Kasubdit I Jatantras Kamneg Direskrimum Polda DIJ AKBP Ganda Saragih kepada wartawan, Selasa (12/1).

    Keduanya ditetapkan sebagai tersangka, setelah melihat fakta-fakta di lapangan, dan keterangan para saksi. Disinggung mengenai keterkaitan keduanya dengan aliran tertentu, penyidik masih akan terus mendalami bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi. "Ditanya ke arah komunitas tertentu, mereka masih bungkam," tandasnya.
    Selain menahan keduanya, barang bukti yang berhasil diamankan penyidik, di antaranya satu buah laptop, lima flashdisk, dan satu buah hardisk eksternal kapasitas satu terabyte. "Bukti-bukti itu masih kami lakukan pemeriksaan ke Mabes Polri," jelasnya yang didampingi Kabid Humas Polda DIJ AKBP Anny Pudjiastuti.

    Sementara untuk para korban, termasuk dr Rica Tri Handayani, sampai kemarin belum bisa memberikan keterangan, karena kondisinya masih labil. “Untuk para korban, termasuk dokter Rica, hingga hari ini (kemarin) belum bisa dimintai keterangan, karena kondisinya belum stabil,” ujarnya.

    Sementara itu, dari hasil penelusuran penyidik, Eko, Veni serta dr Rica meninggalkan Jogjakarta pada 30 Desember 2015 lalu, melalui Bandara Adisutjipto dengan tujuan Pontianak, Kalimantan Barat. "Penerbangan pukul 11.00 WIB dan tiba di Pontianak pukul 13.00 WITA. Mereka lalu menuju daerah Mempawah Hilir," jelasnya.

    Mereka berada di Mempawah Hilir selama dua hari. Selanjutnya, karena gencarnya pemberitaan di media, mereka lalu pindah ke Pangkalan Bun. Jarak antaran Mempawah dengan Pangkalan Bun, ditempuh dalam perjalanan darat selama 24  jam. "Selanjutnya, sekitar 4 hari di sana (Pangkalan Bun). Selama di sana, mereka menginap di hotel yang berbeda-beda," ungkapnya.

    Kembali dijelaskan Ganda, sekaligus mengoreksi keterangan pada jumpa pers sebelumnya, bahwa rombongan Eko tersebut ada 6 orang. Ganda merinci, enam orang tersebut antara lain Eko, Veni dan anaknya, dokter Rica dan anaknya. Dan satu orang lagi atas nama Krisna Fitriyansah. Krisna merupakan adik Eko. "Selama di Kalimantan, mereka hanya menginap, belum menemui siapa-siapa,” ujarnya.

    Meski demikian, dr Rica diduga sudah dalam pengaruh Eko dan Veni. Itu bisa dilihat dari kartu ATM milik dokter Rica yang sudah dikuasai Eko. “Selama perjalanan, dr Rica tidak bisa menghubungi keluarga. Dia tidak bisa mengambil keputusan karena di bawah kekuasaan E dan V. ATM milik dr Rica juga sudah dibawa E," terangnya.
    Saat ditangkap yang akan terbang tujuan Semarang, dari pengakuan sementara, dr Rica akan dipulangkan. “Tapi maksudnya apa, masih kami dalami," tandasnya.

    Mengenai janji yang diiming-imingkan kepada korban, adalah memberikan pekerjaan yang lebih layak. "Mengenai aliran tertentu di surat dokter Rica, tidak mencatumkan arah tujuannya ke mana. Hanya berjuang di jalan Allah," jawab mantan Kabag Ops Polres Kotawaringin Barat itu.

    Sementara itu, saat dijemput oleh polisi di Bandara Iskandar, Kotawaringin Barat, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah (Kalteng), dr Rica tidak melakukan perlawanan apa-apa.

    Lalu apa reaksi dokter Aditya Akbar saat bertemu kembali dengan anak dan istrinya? Ganda menyaksikan, saat keluarga kecil itu bertemu, mereka lalu berpelukan. "Memeluk anaknya dulu baru istrinya. Karena sejak anaknya lahir, dokter Adit pun baru tiga kali ketemu," pungkasnya. (riz/ila/jko)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top